JUN
30

Menghayati Makna Ibadah dalam Berpartai dan Berpolitik

30 Juni 2012


Menghayati Makna Ibadah dalam Berpartai dan Berpolitik
Oleh: Lukman Hakim Saifuddin*

Ibadah merupakan tujuan tunggal dan pokok dari penciptaan umat manusia, sesuai dengan pesan al-Qur’an dalam Surat al-Dzariyat ayat 56: “ Tidaklah Aku (Allah) ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku (Allah).” Ayat itu tidak berbunyi: “Aku ciptakan jin dan manusia untuk beribadah,” karena dimaksudkan untuk memberikan penekanan bahwa tujuan penciptaan manusia dan jin adalah hanya untuk beribadah kepada Allah Subhanahu Wata’ala, bukan untuk tujuan lain.

Karena itu, dalam kehidupan berpartai dan berpolitik prinsip ibadah merupakan keniscayaan yang tidak bisa ditinggalkan, apalagi kita beraktivitas dalam partai Islam, yakni melalui Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

PPP sendiri menempatkan prinsip ibadah sebagai prinsip pertama sehingga bermakna memayungi prinsip lainnya, seperti prinsip amar ma’ruf nahi  munkar, prinsip kebenaran, kejujuran, dan keadilan, prinsip musyawarah, prinsip persamaan, kebersamaan, dan persatuan, serta prinsip istiqamah (Pasal 4 AD PPP).  Ini berarti amar ma’ruf nahi  munkar dan prinsip lainnya tidak akan bermakna apa-apa jika tidak diniatkan untuk beribadah kepada Allah Subhanahu Wata’ala .

Prinsip ibadah juga dimuat dalam Khitthah dan Program Perjuangan PPP. AD/ART serta Khitthah dan Program Perjuangan PPP diubah dan ditetapkan dalam forum tertinggi di PPP, yaitu di muktamar. Terkahir, AD/ART serta Khitthah dan Program Perjuangan PPP ditetapkan dalam Muktamar VII PPP tanggal 3-6 Juli 2011 di Bandung, Jawa Barat.

Karena prinsip ibadah dimuat dalam AD/ART dan Khitthah,  maka seluruh anggota dan pengurus PPP harus memperhatikan, mendalami, dan merealisasikan prinsip ibadah itu dengan baik. Artinya, anggota dan pengurus PPP harus menanamkan prinsip ibadah dalam lubuk hati yang paling dalam, lalu mewujudkannya dalam berbagai dimensi kehidupan baik dalam konteks personal maupun dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dengan prinsip ibadah, anggota dan pengurus PPP harus meniatkan segala tindak tanduk kehidupannya secara personal maupun secara publik untuk beribadah kepada Allah Subhanahu Wata’ala , bukan untuk mencari jabatan secara legal, apalagi menghalalkan segala cara. Namun jika aktivitas kita di PPP berimplikasi pada adanya amanat kepada kita, melalui jabatan tertentu, maka kita harus bertanggung jawab penuh, di dunia dan akhirat, untuk menjalankan amanat itu.

Dengan niat ibadah, anggota dan pengurus PPP harus selalu mawas diri untuk melakukan penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang yang dapat merusak nilai ibadah dan merusak nama baik PPP, seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme.  Selain itu, prinsip ibadah menjadi tameng bagi anggota dan kader PPP agar tidak mudah stress jika dalam kehidupan berpolitik mengalami kekecewaan karena berbagai alasan atau karena kejadian tertentu yang sering terjadi di dunia politik. Dengan demikian, konsekwensi dari  prinsip ibadah dalam kehidupan berpartai dan berpolitik, antara lain, adalah:

Pertama, anggota dan pengurus PPP harus mempertanggung - jawabkan aktivitiasnya di PPP, tidak saja di dunia, melainkan juga di akhirat, karena sebagai partai Islam, PPP tidak hanya berdimensi duniawi, melainkan juga berdimensi ukhrawi. Memang, Malaikat Munkar dan Nakir tidak akan bertanya: “Apa partai kamu?” Namun jika kita memilih PPP, di akhirat pasti kita akan ditanya: “Apakah kita menggunakan PPP untuk kepentingan umat atau hanya untuk kepentingan pribada saja?” Karena itu, anggota dan pengurus PPP harus bekerja sungguh-sungguh untuk PPP, karena jika diniatkan ibadah, kiprah kita di PPP akan mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu Wata’ala .

Kedua, anggota dan pengurus PPP harus memberikaan sumbangsih kepada umat dan agama Islam melalui PPP sesuai dengan kemampuan masing-masing, baik ketika yang bersangkutan menjadi pengurus PPP atau hanya menjadi anggota biasa. Seseorang yang hanya memberikan sumbangsih kepada umat melalui PPP di saat terpilih menjadi pengurus, lalu melupakan PPP bahkan malah mencibir PPP di saat tidak menjadi pengurus patut dipertanyakan niatnya untuk beribadah bersama PPP.

Ketiga, anggota dan pengurus PPP tidak boleh berkiprah di PPP untuk meraih jabatan publik semata, lalu melupakan tanggung jawab pokoknya untuk beribadah kepada Allah Subhanahu Wata’ala . Walau begitu, anggota dan aparat PPP harus siap mengemban amanat yang dipercayakan kepadanya. Jika ada keputusan Partai yang memberikan tanggung jawab kepada anggota/aparat PPP, maka yang bersangkutan harus melaksanakan amanat itu walaupun untuk itu harus mengorbankan harta dan bahkan jiwa.

Keempat, anggota dan pengurus PPP harus saling mendukung satu sama lain, bukan saling menjatuhkan. PPP adalah partai Islam yang didirikan untuk beribadah, karena itu PPP berbeda dengan partai politik lainnya yang didirikan semata-mata sebagai kendaraan meraih jabatan publik. Karena itu, sikut-sikutan yang lumrah terjadi dunia politik tidak boleh terjadi di PPP. Jika hal yang lumrah terjadi di dunia politik juga terjadi di PPP, maka PPP tidak berhak mengklaim sebagai partai Islam atau partai ibadah.

*Penulis adalah Wakil Ketua Umum DPP PPP Masa Bakti 2011-2015
Bagikan:
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Labels:
0
COMMENTS
Design a Mobile Site
View Site in Mobile | Classic
Share by: