JUN
30

Posisi DPC dalam AD/ART PPP

30 Juni 2012


Posisi DPC dalam AD/ART PPP
Oleh Zubairi Hasan dan Sahlul Fuad *

Pendahuluan
            Semua institusi dalam PPP sangat penting, karena sesuai dengan prinsip kal bulyan yasyuddu ba’dluhum ba’dla [1] , satu bagian harus harus dapat memperkokoh bagian yang lain, sebagaimana layaknya bangunan. Dengan prinsip itu, maka Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Dewan Pimpinan Wilayah (DPW), Dewan Pimpinan Cabang (DPC), Pimpinan Anak Cabang (PAC), dan Pimpinan Ranting (PR) harus saling memperkuat dan saling mendukung satu sama lainnya.  Jika ada di antara institusi itu yang lemah, atau bahkan tidak aktif, maka sudah pasti akan berdampak pada pelemahan PPP secara keseluruhan. Begitu pula sebaliknya, jika semua institusi itu kuat, PPP akan menjadi partai politik yang kuat pula.
Penurunan suara PPP di era reformasi tidak lepas dari melemahnya sebagian institusi itu, baik di tingkat DPP, DPW, DPC, PAC, dan PR. Karena itu, anggota dan seluruh pengurus PPP di berbagai tingkatannya harus memberikan konstribusi maksimal bagi penguatan institusi PPP sesuai dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing. Anggota dan pengurus PPP harus menjadi sumber solusi, bukan sebaliknya menjadi sumber masalah.

DPC PPP
Secara hierarki, DPC berada di tengah-tengah, antara DPP dan DPW di atasnya serta dengan PAC dan PR di bawahnya. DPC  merupakan institusi yang menghubungkan antara institusi paling atas dengan institusi paling bawah. Sudah pasti, harapan, arahana, dan program dari DPP dan DPW tidak akan mencapai PAC dan PR, kecuali harus melewati DPC terlebih dahulu. Begitu pula sebaliknya, aspirasi dari PAC dan PR tidak akan sampai ke DPW dan DPP tanpa perantaraan DPC. Karena itu, DPC harus mampu menjadi jembatan emas bagi seluruh institusi-institusi di PPP untuk sampai ke atas atau sebaliknya untuk sampai ke bawah.
            DPC adalah institusi PPP di tingkat kabupaten/kota yang terdiri atas: a. Pengurus Harian; b. Majelis Syari’ah; c. Majelis Pertimbangan; d. Majelis Pakar; e. Bagian; dan f. Lembaga (Pasal 31 ayat 1 AD PPP).
            Secara prinsip, masa bakti DPP PPP adalah 5 tahun (Pasal 31 ayat 2 AD PPP). Namun dalam masa peralihan ini, Pasal 58 ayat (2) AD PPP menetapkan bahwa Musyawarah Cabang  diselenggarakan selambat-lambatnya 6 bulan setelah Musyawarah Wilayah. Namun ketentuan ini baru diberlakukan setelah Muktamar VIII 2015 nanti sesuai dengan Pasal 73 ayat (3) yang berbunyi: “Ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 55 ayat (2) dan Pasal 58 ayat (2) mulai dilaksanakan setelah diadakan Muktamar VIII PPP.”
Ini berarti Masa Bakti DPC yang menjabat saat ini bisa lebih dari 5 tahun, karena DPC diperintahkan melaksanakan Musyawarah Cabang 6 bulan setelah Musyawarah Wilayah. Musyawarah Wilayah dilaksanakan 6 bulan setelah Muktamar VIII 2015 [2] . Agar masa bakti DPC yang menjabat saat ini tidak terlalu panjang, maka AD PPP memerintahkan agar  dibuat Peraturan Pengurus Harian DPP tentang ketentuan lebih lanjut mengenai masa bakti DPC sebagaimana ditentukan dalam Pasal 31 ayat (3) bahwa: “Ketentuan lebih lanjut tentang masa bakti DPC sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur dalam Peraturan Pengurus Harian DPP.”
            Pengurus Harian DPC maksimal berjumlah 30 orang, minimal 30 persen di antaranya terdiri atas perempuan (Pasal 32 ayat 4 AD PPP).  Majelis Syariah DPC, Majelis Pertimbangan DPC, dan Majelis Pakar DPC maksimal berjumlah 20 orang. Majelis Syariah DPC, sebagaimana Majelis Syari’ah DPW  tidak mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa, karena fatwa menjadi otoritas Majelis Syariah DPP. Walau begitu, pertimbangan, nasihat/arahan, dan hasil kajian dari majelis-majelis DPC harus diperhatikan sungguh-sungguh oleh Pengurus Harian DPC (Lihat Pasal 34-36 AD PPP).
            Pemilihan Ketua dan Pengurus Harian DPC  sangat fleksibel, karena bisa dipilih formatur, bisa dipilih oleh peserta Musyawarah Cabang, bisa juga menggabungkan dua cara ini seperti Ketua DPC dipilih peserta Musyawarah Cabang dan Pengurus Harian ditetapkan oleh formatur. Hal ini juga berlaku di tingkat DPP, DPW, PAC, atau PR. Hal ini karena AD PPP memberikan kewenangan kepada Muktamar/Musyawarah Wilayah/Musyawarah Cabang/Musyawarah  Anak Cabang/ Musyawarah Ranting untuk memilih dan/atau menetapkan Pengurus Harian DPP/DPW/DPC/PAC/PR serta Pimpinan Majelis sesuai dengan tingkatannya. Dalam AD PPP, penormaan penentuan Ketua Umum dan Ketua Dewan Pimpinan berikut Pengurus Harian Dewan Pimpinan sesuai dengan tingkatannya, ada kata “memilih dan/atau menetapkan,” sehingga bermakna penentuan mereka bisa dilakukan dengan cara pemilihan langsung atau ditetapkan oleh formatur atau gabungan keduanya (Lihat Pasal 51-65 AD PPP).

Antara DPC dengan DPP dan DPW
            Sesuai dengan AD/ART PPP, hubungan legal formal antara DPC dengan DPP dan DPW tertata, antara lain,  dalam beberapa hal berikut:
(1)      Pengurus Harian DPC harus mematuhi garis kebijakan dan petunjuk yang disampaikan oleh Pengurus Harian DPP [3] dan DPW [4] .
(2)   Pengurus Harian DPC harus mematuhi jika Pengurus Harian DPP [5] /DPW [6] melaksanakan kewenangannya untuk membatalkan/meluruskan/ memperbaiki keputusan yang diputuskan dalam Musyawarah Cabang atau ditetapkan oleh Pengurus Harian DPC yang dianggap bertentangan dengan AD/ART, peraturan perundang-undangan, serta pertimbangan Majelis Syari’ah dan Majelis Pertimbangan DPP dan DPW.
(3)    Pengurus Harian DPC harus mematuhi Peraturan Pengurus Harian DPP PPP. Pasal 67 ART PPP memberikan kewenangan kepada DPP untuk mengatur hal-hal tertentu seperti dalam penetapan pejabat publik di tingkat  kabupaten/kota [7] dan hal-hal yang belum diatur di ART [8] dalam atau dengan Peraturan Harian DPP PPP.
(4)   Pengurus Harian DPC harus meminta pengesahan dari Pengurus Harian DPW mengenai Hasil Keputusan Musyawarah Cabang tentang Susunan dan Personalia Pengurus Harian DPC, Pimpinan Majelis Syari’ah DPC, Pimpinan Majelis Pertimbangan DPC, dan Pimpinan Majelis Pakar DPC. [9] Khusus untuk Majelis Syari’ah DPC Masa Bakti 2011-2015, Pengurus Harian DPC dapat membentuk Majelis Syari’ah melalui Rapat Pengurus Harian DPC saja [10] , bukan melalui Musyawarah Cabang, sehingga pembentukan Majelis Syari’ah DPC tidak perlu mendapatkan pengesahan dari DPW, tapi sebagai organisasi cukup diberitahukan dan dilaporkan saja.
(5)   Pengurus Harian DPC harus meminta persetujuan Pengurus Harian DPW sebelum mengambil keputusan tentang pencalonan/pergantian anggota-anggota yang ditugaskan pada lembaga-lembaga di luar PPP di tingkat cabang/kabupaten/ kota. [11]
(6) Pengurus Harian DPC harus menyampaikan usulan kepada Pengurus Harian DPW sebelum menentukan calon bupati/walikota [12] .
(7)    Pengurus Harian DPC harus meminta persetujuan Pengurus Harian DPW sebelum menyelenggarakan Musyawarah Anak Cabang Luar Biasa jika DPC menilai terjadi kevakuman pada PAC. [13]
(8)   Jika DPC tidak setuju dengan kebijakan DPP dan DPW, DPC dapat mengajukan perkara ke Mahkamah Partai agar kebijakan DPP/DPW itu dibatalkan/diluruskan/diperbaiki. [14]

DPC dalam Lingkup Kabupaten/Kota
            Dalam lingkup kabupaten/kota DPC mempunyai tugas dan kewenangan tertentu, baik yang bersifat independen atau masih terikat dengan institusi PPP di atasnya, yaitu DPP dan DPW.  Tugas dan kewenangan DPC itu, antara lain, adalah:
(1)   Pengurus Harian DPC bertugas melaksanakan kebijakan PPP di tingkat cabang sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta ketetapan-ketetapan yang diterbitkan oleh Pengurus Harian DPP dan Pengurus Harian DPW (Pasal 33 ayat 1 huruf a AD PPP).

(2)   Pengurus Harian DPC bertugas menetapkan Personalia Anggota Majelis Syari’ah DPC, Anggota Majelis Pertimbangan DPC , dan Anggota Majelis Pakar DPC dengan memerhatikan sungguh-sungguh usulan Pimpinan Majelis yang bersangkutan (Pasal 33 ayat 1 huruf b).

(3) Pengurus Harian DPC bertugas membentuk dan mengoordinasikan Bagian-Bagian/Lembaga-Lembaga (Pasal 33 ayat 1 huruf c).

(4)   Pengurus Harian DPC berwenang mengambil keputusan tentan g pencalonan/penggantian anggota-anggota yang ditugaskan pada lembaga-lembaga di luar PPP di tingkat cabang/kabupaten/kota dengan persetujuan Pengurus Harian DPW (Pasal 33 ayat 2 huruf a AD PPP). Maksud dari “lembaga di luar PPP di tingkat cabang” adalah jabatan di luar jabatan publik (jabatan kenegaraan) seperti direktur perusahaan, pimpinan organisasi massa Islam, pimpinan pondok pesantren dan lain-lain. Walaupun dalam soal pencalonan/penggantian anggota yang ditugaskan di luar PPP di tingkat cabang harus ada persetujuan dari DPW, namun yang mengambil keputusan tentang hal itu adalah Pengurus Harian DPC.

(5)   Pengurus Harian DPC mengusulkan kepada Pengurus Harian DPW tentang pencalonan pejabat publik di tingkat kabupaten /kota dan menetapkannya, yang mekanismenya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pengurus Harian DPP PPP (Pasal 33 ayat 2 huruf b AD PPP). Ketentuan ini merupakan takhshis atau lex specialis dari ketentuan sebelumnya (Pasal 33 ayat 2 huruf a AD PPP), sehingga dalam hal pencalonan pejabat publik (seperti bupati/walikota), Pengurus Harian cukup mengusulkan saja kepada Pengurus Harian DPW. Bagaimana Pengurus Harian DPW menyikapi usulan itu, apakah DPW berwenang menolak usulan itu atau cukup memberikan catatan pertimbangan atas usulan itu, atau cukup menerima saja tanpa kaifiyah (tanpa bertanya apa ini apa itu), tidak ada penjelasan lebih lanjut dalam AD/ART PPP. Jawabatan atas pertanyaan “Bagaimana Pengurus Harian DPW menyikapi usulan Pengurus Harian DPC?” harus diatur dalam Peraturan Pengurus Harian DPP PPP. Selain itu, pemberhentian seseorang dari jabatan publik itu sudah diluar PPP, karena pemberhentian bupati misalnya sudah mengikuti mekanisme yang diatur peraturan perundang-undangan, bukan mengikuti mekanisme yang diatur PPP.

(6) Pengurus Harian DPC menetapkan Susunan/Personalia Pimpinan Fraksi PPP DPRD Kabupaten/ K ota dengan memerhatikan aspirasi Anggota Fraksi (Pasal 33 ayat 2 huruf d AD PPP).

(7)   Pengurus Harian DPC memberikan garis kebijakan dan petunjuk kepada Fraksi PPP di DPRD Kabupaten/Kota dengan memerhatikan aspirasi Anggota Fraksi (Pasal 33 ayat 2 huruf e AD PPP).

(8)   Pengurus Harian DPC dapat membatalkan/meluruskan/ memperbaiki keputusan yang diambil oleh Musyawarah Anak Cabang, Pengurus Harian PAC, Musyawarah Ranting, dan Pengurus Harian PR yang bertentangan dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, setelah mendengarkan pertimbangan dari Majelis Syari’ah DPC dan Majelis Pertimbangan DPC sesuai dengan sifat keputusannya (Pasal 33 ayat 2 huruf g AD PPP).

(9)   Pengurus Harian DPC harus memanfaatkan secara maksimal Rapat Pleno DPC yang harus diadakan setiap tahun. Rapat Pleno ini penting untuk mengevaluasi pelaksanaan program kerja, memutuskan program kerja yang harus ditindaklanjuti, dan memutus hal-hal lain yang perlu diputuskan oleh DPC. Peserta Rapat Pleno adalah Pengurus Harian, Pimpinan Majelis,  Pimpinan Bagian, Pimpinan Lembaga, dan Ketua Badan Otonom. [15]

(10)   Pengurus Harian DPC harus memaksimalkan peran-peran Majelis, antara lain dengan mengadakan Rapat Majelis Musyawarah Partai yang dihadiri oleh Ketua DPC, Sekretaris DPC, Ketua Majelis Syari’ah DPC, Ketua Majelis Pertimbangan DPC, dan Ketua Majelis Pakar DPC. Rapat Majelis Musyawarah Partai berwenang memberikan usulan kepada DPP/DPW/DPC berkaitan dengan pencalonan jabatan publik di berbagai lembaga negara/ pemerintahan dan di lembaga-lembaga lain di luar partai [16] . AD/ART PPP tidak menentukan kapan harus diadakan Rapat Majelis Musyawarah Partai, sehingga rapat ini dapat diadakan sesering mungkin, minimal setiap DPC PPP akan melakukan pencalonan jabatan publik.

Antara DPC dengan PAC dan PR
              Sementara itu, dalam konteks hubungan antara DPC dengan institusi di bawahnya yakni dengan PAC dan PR, DPC mempunyai beberapa kewenangan, antara lain:
(1)   Pengurus Harian DPC mengesahkan Hasil Keputusan Musyawarah Anak Cabang tentang Susunan dan Personalia Pengurus Harian PAC serta Pimpinan Majelis Pertimbangan PAC (Pasal 33 ayat 2 huruf c AD PPP). 

(2)   Pengurus Harian DPC berwenang menyelenggarakan Musyawarah Anak Cabang Luar Biasa dalam hal Pengurus Harian DPC menilai bahwa telah terjadi kevakuman organisasi dan kepemimpinan pada Pengurus Harian PAC dengan persetujuan Pengurus Harian DPW (Pasal 33 ayat 2 huruf f AD PPP). Tujuan dari ketentuan ini adalah agar Pengurus  Harian DPC selalu memantau agar organisasi dan kepemimpinan PAC selalu aktif dalam menjalankan roda organisasi kepartaian. Jika tidak aktif, DPC dapat mengambil inisiatif Musyawarah Anak Cabang Luar Biasa.

(3)   Pengurus Harian DPC mempunyai kewenangan untuk membentuk PAC yang masih belum ada, baik akibat pemekaran daerah atau karena alasan lain. Hal ini sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) bahwa: “Pembentukan organisasi kepemimpinan dilaksanakan dengan ketentuan: a. Wilayah dibentuk dan ditetapkan oleh Pengurus Harian DPP; b. Cabang dibentuk dan ditetapkan oleh Pengurus Harian DPW; c. Anak Cabang dibentuk dan ditetapkan oleh Pengurus Harian DPC; d. Ranting dibentuk dan ditetapkan oleh Pengurus Harian PAC.”

(4)   Terkait PAC dan PR, DPC harus mengeluarkan kebijakan yang sesuai dengan AD/ART PPP  serta Khitthah dan Program Perjuangan PPP serta peraturan perundang-undangan. Jika tidak maka PAC dan PR, secara institusional maupun secara personal, menganggap kebijakan itu bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, maka PAC dan PR dapat mengajukan perkara ke Mahkamah Partai yang keputusannya bersifat final dan mengikat.

Penutup
            Pemilu 2014 nanti merupakan Pemilu yang sangat penting bagi PPP. Saat itu PPP bisa bungah karena suara meningkat sebagaimana juga bisa punah karena tidak memenuhi ambang batas perolehan suara minimal. Semuanya sangat tergantung pada seluruh anggota dan pengurus PPP dari tingkat DPP sampai PR.
AD/ART PPP hasil kreasi manusia sehingga tidak akan mampu mancapai status kesempurnaan. Karena itu, dengan segala kelemahan dan kekurangannya, mari kita manfaatkan ketentuan yang ada dalam AD/ART PPP ini untuk memajukan PPP, bukan justru sebaliknya dijadikan alat politik untuk bertikai satu sama lain yang pada akhirnya justru merugikan PPP.
         Jika PPP punah berarti kita semua telah berdosa besar karena menghancurkan organisasi politik warisan ulama dan  organisasi Islam. Selamat beribadah dan berjuang bersama PPP. Semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberkahi langkah-langkah kita semua. Amin…!

*Zubairi Hasan adalah Ketua Departemen Website dan Jejaring Sosial DPP PPP Masa Bakti 2011-2015. Sahlul Fuad adalah Anggota Litbang DPP PPP Masa Bakti 2011-2015. Keduanya merupakan Tenaga Ahli Anggota DPR dari Fraksi PPP serta t erlibat aktif dalam Tim Perubahan/Perumusan AD/ART, baik sebelum Muktamar, saat Muktamar, maupun pasca Muktamar VII PPP.


[1] Dikutip dari sebuah hadist yang arti lengkapnya berbunyi: “Seorang mukmin yang satu dengan yan lain bagaikan suatu bangunan, di mana satu bagian memperkuat bagian yang lain” (Hadist Riwayat Bukhari Muslim).
[2] Tidak hanya itu saja, Musyawarah Anak Cabang juga dilaksanakan 6 bulan setelah Musyawarah Cabang (Pasal 61 ayat 2 AD PPP) dan Musyawarah Ranting dilaksanakan 6 bulan setelah Musyawarah Anak Cabang (Pasal 64 ayat 2 AD PPP).
[3] Pasal 16 ayat (2) huruf e menjelaskan: “Wewenang Pengurus Harian DPP adalah: e. memberikan garis kebijakan dan petunjuk kepada Fraksi PPP di MPR-RI/DPR-RI dan Pengurus Harian DPW/DPC ”.
[4] Pasal 25 ayat (2) huruf e. menjelaskan: “Wewenang Pengurus Harian DPW adalah: e. memberikan garis kebijakan dan petunjuk kepada Fraksi PPP di DPRD Provinsi dan DPC PPP ”.
[5] Pasal 16 ayat (2) huruf f AD PPP berbunyi: “Wewenang Pengurus Harian DPP adalah: f. membatalkan/meluruskan/memperbaiki suatu keputusan yang diambil oleh Fraksi PPP di MPR-RI/DPR-RI, Musyawarah Wilayah/Cabang, serta Pengurus Harian DPW/DPC yang bertentangan dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, setelah mendengarkan pertimbangan dari Majelis Syari’ah atau Majelis Pertimbangan DPP sesuai dengan sifat keputusannya .”
[6] Pasal 25 ayat (2) huruf f. berbunyi: “Wewenang Pengurus Harian DPW adalah f. membatalkan/meluruskan/memperbaiki keputusan yang diambil oleh Fraksi PPP di DPRD Provinsi, Musyawarah Cabang dan Pengurus Harian DPC yang bertentangan dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, setelah mendengarkan pertimbangan dari Majelis Syari’ah DPW dan Majelis Pertimbangan DPW sesuai dengan sifat keputusannya .”
[7] Pasal 33 ayat (2) huruf b AD PPP berbunyi: “Wewenang Pengurus Harian DPC adalah mengusulkan kepada Pengurus Harian DPW tentang pencalonan pejabat publik di tingkat kabupaten/kota dan menetapkannya, yang mekanismenya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pengurus Harian DPP PPP.”
[8] Pasal 67 ayat (1) ART PPP berbunyi: “ Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini akan diatur lebih lanjut dalam/dengan Peraturan Pengurus Harian DPP PPP ”.
[9] Pasal 25 ayat (2) huruf c AD PPP berbunyi: “Wewenang Pengurus Harian DPW adalah mengesahkan Hasil Keputusan Musyawarah Cabang tentang Susunan dan Personalia Pengurus Harian DPC, Pimpinan Majelis Syari’ah DPC, Pimpinan Majelis Pertimbangan DPC, dan Pimpinan Majelis Pakar DPC.”
[10] Pasal 73 AD PPP berbunyi: “Pengurus Harian DPW/DPC menyesuaikan diri dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga hasil Muktamar VII PPP paling lambat 3 ( tiga ) bulan setelah Muktamar VII PPP melalui Rapat Pengurus Harian Dewan Pimpinan sesuai dengan tingkatannya”.
[11] Pasal 33 ayat (2) huruf a berbunyi: “Wewenang Pengurus Harian DPC adalah a. mengambil keputusan tentang pencalonan/penggantian anggota-anggota yang ditugaskan pada lembaga-lembaga di luar PP di tingkat cabang/kabupaten/kota dengan persetujuan Pengurus Harian DPW.”
[12] Pasal 33 ayat (2) huruf b AD PPP berbunyi: “Wewenang Pengurus Harian DPC adalah mengusulkan kepada Pengurus Harian DPW tentang pencalonan pejabat publik di tingkat kabupaten/kota dan menetapkannya, yang mekanismenya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pengurus Harian DPP PPP.”
[13] Pasal 33 ayat (2) huruf f AD PPP berbunyi: “Wewenang Pengurus Harian DPC adalah f. menyelenggarakan Musyawarah Anak Cabang Luar Biasa dalam hal Pengurus Harian DPC menilai bahwa telah terjadi kevakuman organisasi dan kepemimpinan pada Pengurus Harian PAC dengan persetujuan Pengurus Harian DPW.”
[14] Pasal 20 ayat (4) dan (5) AD PPP berbunyi: “Mahkamah Partai DPP bertugas dan berwenang: a. memutus perkara perselisihan kepengurusan internal PPP; memutus perkara pemecatan dan pemberhentian anggota PPP; c. memutus perkara dugaan penyalahgunaan kewenangan oleh Anggota Dewan Pimpinan; d. memutus perkara dugaan penyalahgunaan keuangan.”
[15] Pasal 5 5 ART PPP berbunyi : “(1) Rapat Pleno adalah rapat yang dihadiri oleh Pengurus Harian, Pimpinan Majelis, Pimpinan Mahkamah Partai , Pimpinan Departemen/Biro/Bagian/Seksi/Kelompok Kerja sesuai dengan tingkatannya, Pimpinan Lembaga, serta Ketua Badan Otonom sesuai dengan tingkatannya yang diselenggarakan oleh Pengurus Harian sesuai dengan tingkatannya sekurang-kurangnya 1 ( satu ) tahun sekali ; (2) Rapat Pleno sah apabila dihadiri oleh lebih dari ½ (seperdua) peserta rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ; (3) Apabila jumlah peserta rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai, maka rapat ditunda selama 60 menit. Setelah waktu 60 menit peserta rapat belum mencapai kuorum, maka Rapat Pleno dapat dilangsungkan dan dapat mengambil keputusan ; (4) Rapat Pleno berwenang: a. Mengevaluasi pelaksanaan program kerja Departemen/Biro/Bagian/ Seksi/Kelompok Kerja, dan Pimpinan Lembaga yang dikoordinasikan oleh Ketua-Ketua Bidang; b. Memutuskan program kerja yang harus segera ditindaklanjuti; c. Memutuskan hal-hal lain yang perlu diputuskan oleh Dewan Pimpinan PPP di tingkatannya masing-masing.”

[16] Pasal 56 ART PPP berbunyi: (1) Rapat Majelis Musyawarah Partai DPP adalah rapat yang dihadiri oleh Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, Sekretaris Jenderal, Ketua Majelis Syari’ah, Ketua Majelis Pertimbangan, dan Ketua Majelis Pakar, serta Ketua Mahkamah Partai DPP; (2) Rapat Majelis Musyawarah Partai DPW/DPC adalah rapat yang dihadiri oleh Ketua DPW/DPC, Sekretaris DPW/DPC, Ketua Majelis Syari’ah DPW/DPC, Ketua Majelis Pertimbangan DPW/DPC, dan Ketua Majelis Pakar DPW/DPC; (3) Rapat Majelis Musyawarah DPP dipimpin oleh Ketua Umum DPP, Rapat Majelis Musyawarah DPW dipimpin oleh Ketua DPW, Rapat Majelis Musyawarah DPC dipimpin oleh Ketua DPC; (4) Rapat Majelis Musyawarah Partai berwenang memberikan usulan kepada DPP/DPW/DPC berkaitan dengan pencalonan jabatan publik di berbagai lembaga negara/pemerintahan dan di lembaga-lembaga lain di luar partai; (5) Pengambilan keputusan dalam Rapat Majelis Musyawarah Partai berdasarkan musyawarah mufakat, tanpa voting.”

Bagikan:
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Labels:
0
COMMENTS
Design a Mobile Site
View Site in Mobile | Classic
Share by: