Share
Facebook
Twitter
Google +
LinkedIn
Email
Back
OPINI
JUN
15
PPP: “Rumah Besar” Ummat yang Ditinggalkan Penghuninya (2)
By:
Eko Mahendra Ridho
on
JUN
15
PPP: “Rumah Besar” Ummat yang Ditinggalkan Penghuninya (2) Oleh: Syamsir Alam* Ada dua ganjalan bagi tokoh politik yang mengusung isu Islam tersebut, yaitu pertama adalah tidak dicantumkannya syariat Islam sebagai dasar negara, bahkan dicoret dari yang sebelumnya disetujui termuat sebagai Piagam Jakarta dalam Mukadimah UUD 1945. Kedua, ada kelompok Islam yang terlatih militer dan berjasa dalam perang kemerdekaan, dikenal sebagai laskar rakyat atau Hizbullah, tidak dapat menerima penyeragaman menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI), sehingga memilih untuk tetap sebagai Tentara Islam Indonesia (TII). Puncaknya, pada 3 Agustus 1949, S.M. Kartosuwiryo memproklamirkan Darul Islam (DI), atau disebut juga sebagai Negara Islam Indonesia (NII). Gerakan tersebut diikuti oleh beberapa daerah, misalnya Aceh, yang kemudian menjadi stigma yang sulit dihilangkan. Hal itu, didorong pula oleh sikap penguasa yang memperlakukan kelompok Islam sebagai kelompok sosial dan kea
Read more >>
JUN
15
PPP: “Rumah Besar” Ummat yang Ditinggalkan Penghuninya (1)
By:
Eko Mahendra Ridho
on
JUN
15
PPP: “Rumah Besar” Ummat yang Ditinggalkan Penghuninya (1) “Sejauh Anda merasa masih hijau, Anda akan terus tumbuh. Begitu Anda merasa sudah matang, Anda mulai membusuk”, Scott Horton. Oleh: Syamsir Alam* Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dapat dikatakan sebagai salah satu fenomena ‘janggal’, karena partai Islam di negara yang menurut statistik berpenduduk mayoritas beragama Islam itu pada Pemilu 2009 yang lalu hanya mampu meraih 5,33 persen suara. Di bawah kepemimpinan Drs. Suryadharma Ali MSi, yang sekarang menjabat Menteri Agama, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), terobsesi kembali menjadi rumah besar untuk menampung kepentingan politik Islam di Indonesia. Pada Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) I PPP di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Selasa 21 Februari yang lalu, PPP berani menargetkan meraih suara minimal 10 persen dalam pemilu 2014. Melihat hasil Pemilu 2009 lalu, bukan saja diratapi banyak orang karena a
Read more >>
JUN
12
Bantuan Caleg Nasdem Berpotensi Destruktif?
By:
Eko Mahendra Ridho
on
JUN
12
Oleh: Derek Manangka Kebijakan Partai Nasional Demokrat (Nasdem) yang akan memodali Rp 5-10 miliar bagi setiap calon anggota legislatif yang bertarung di Pemilu 2014, patut dilihat sebagai sebuah terobosan dan perlu diapreasiasi. Terobosan tersebut memperlihatkan kejelian pendiri dan para pengurus Partai Nasdem di dalam menemukan insentif yang menarik bagi masyarakat. Patut diapresiasi, sebab terobosan itu lahir di kala gairah berpolitik dan bermain politik agak tergerus. Kelelahan berpolitik mulai melanda para politisi yang tidak tahan banting. Itu sebabnya, dalam beberapa bulan mendatang akan sangat menarik untuk melihat sejauh mana respon masyarakat terhadap gagasan tersebut. Jika banyak orang tertarik bergabung dengan Partai Nasdem untuk menjadi caleg DPR-RI, DPD tingkat I dan II dalam pemilu 2014, itu tandanya kebijakan partai, "nyambung" dengan keinginan masyarakat. Tetapi yang lebih penting lagi bagaimana hasil perolehan suara Partai Nasdem dalam Pemilu L
Read more >>
MAY
17
Menguji Materi UU Pemilu
By:
Eko Mahendra Ridho
on
MAY
17
Oleh: Ahmad Yani* Persetujuan bersama pemerintah dan DPR atas Undang-Undang Pemilu Anggota DPR,DPD,dan DPRD telah mendekatkan bangsa Indonesia kepada perbaikan kualitas sistem, pelaku, dan perilaku politik kita. Meskipun substansi danrumusannya tidak sempurna, UUPemiluinilebihbaikdaripada undang-undang sebelumnya sehingga diyakini pelaksanaan Pemilu 2014 pun akan lebih baik. Sebagian orang menilai sebaliknya. UU Pemilu dianggap tidak mampu mendorong penyederhanaan parpol seperti ditulis Jeffrie Geovanie di harian ini (SINDO,17/4). Alasannya ambang batas parlemen sebesar 3,5% dinilai terlalu rendah sehingga akan terlalu banyak parpol yang mampu mengumpulkan suara dan duduk di parlemen. Sebaliknya, pemimpin beberapa partai dan pengamat politik justru berpendapat lain. Mereka menilai ambang batas 3,5% yang tercantum dalam Pasal 208 UU Pemilu adalah terlalu tinggi. Selain itu, karena diterapkan secara nasional,itu dianggap mematikan potensi lokal dan keragaman pendapat antarda
Read more >>
JAN
12
Omong Besar Pluralisme Partai
By:
Eko Mahendra Ridho
on
JAN
12
Oleh : Didik Supriyanto* Jakarta - Setiap kali bicara partai politik, banyak orang mengeluhkan betapa banyak partai peserta pemilu, juga betapa banyak partai yang di parlemen. Karena itu gagasan untuk menyederhanakan jumlah partai, dalam arti jumlah partai peserta pemilu dan jumlah partai di parlemen, selalu disambut baik. Bahkan berbagai survei menunjukkan masyarakat ingin sekali jumlah partai dikurangi. Tetapi ketika gagasan itu hendak diwujudkan dalam pengaturan undang-undang, selalu saja ada yang menentang. Tantangan itu tentu saja datangnya juga dari kalangan partai politik, yakni partai politik yang terancam keberadaannya oleh pengurangai jumlah partai di parlemen. Maklum, buat apa capek-capek membangun partai kalau tidak punya kursi di parlemen. Namun kalau alasan ini yang dikemukakan, kesannya sangat personal sekaligus menggelikan. Oleh karenanya, biar tampak gagah para penentang itu pakai dalih pluralisme atau kemajemukan politik. Mereka bilang, gagasan menyederha
Read more >>
JAN
11
Reportoar Eko Mahendra*
By:
Eko Mahendra Ridho
on
JAN
11
Kenyataan Pahit, Kenyataan Kebenaran Saya harus memulai dengan membaca Basmalah, karena tak ada awalan yang lebih utama selain menyebut Asma Allah, Hanya Ridho-Nya semata yang bisa saya harapkan, Karena semuanya dapat berlangsung, mengalir dan berjalan, tak lain tak bukan hanya karena Izin-Nya seperti nafasku yang masih berhembus pada detik ini. Dengan segala kejujuran hati, saya sampaikan kepada semua, bahwa perjuangan menegakkan dan mempertahankan kebenaran memang sangat berat dan berliku. Harapan pribadi untuk kembali berjuang menjadi wakil rakyat seolah dihadapkan pada pilihan-pilihan yang HAQ dan yang BATIL. Hampir sudah menjadi pemahaman umum, bahwa bila seseorang ingin mencalonkan diri menjadi anggota dewan, maka dia harus memiliki sejumlah uang untuk—jujur saja—membeli suara kepada rakyat dan masyarakat di sekitarnya. Di sisi lain masyarakat yang katanya sedang berharap agar negara ini dapat bersih dari segala tradisi korupsi, dan segala permainan pol
Read more >>
JAN
11
Menciptakan Sejarah
By:
Eko Mahendra Ridho
on
JAN
11
Oleh : Eko Mahendra* Pada 23 November tahun 101, wilayah Rumania direbut Imperium Romawi. Sejak itu Romawi menguasai Rumania hingga tahun 1453, setelah Imperium Utsmani menyerang wilayah tersebut dan mendudukinya. Sebagian wilayah Rumania juga dikuasai Austria sampai tahun 1877, yaitu ketika Rumania mengumumkan kemerdekaannya. Rumania terletak di tenggara Eropa dan berbatasan dengan Rusia, Hongaria, Bulgaria, dan Yugoslavia. Kemudian pada tanggal yang sama, Thomas McMahon dijatuhi Hukuman Mati. Tepatnya pada 23 November 1979, Thomas McMahon, seorang anggota Tentara Republik Irlandia (IRA), dijatuhi hukuman seumur hidup karena merencanakan dan memasang bom yang menewaskan Lord Mountbatten dan tiga orang lainnya. Lord Mountbatten, dikenal sebagai pahlawan Perang Dunia II yang masih kerabat dengan Ratu Elizabeth. Pembunuhan Mountbatten tersebut merupakan serangan pertama IRA terhadap keluarga kerajaan Inggris. Kita tahu, IRA adalah gerakan separatis yang ingin memisahkan bagian ut
Read more >>
DEC
25
Politik Indonesia, Politik Kaum Muda
By:
Eko Mahendra Ridho
on
DEC
25
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang dirilis Oktober 2007 menjelang tiga tahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK), terjadi perubahan persepsi publik yang signifikan. Ketika dilantik pada Oktober 2004, Presiden Yudhoyono memperoleh tingkat kepuasan publik sangat tinggi, di atas 80%. Tiga tahun kemudian, tingkat kepuasan publik jatuh pada titik terendah 35,3%. Dalam waktu tiga tahun, tingkat kepuasan atas presiden pertama hasil pemilihan langsung itu merosot sekitar 45%. Sungguh mencengangkan! Mengapa persepsi publik begitu mudah berbalik? Dari hasil survei, kata Direktur Eksekutif LSI, Denny JA, ada empat alasan mendasar. Pertama, kekecewaan atas kinerja bidang ekonomi. Responden kecewa dengan kondisi ekonomi secara umum. Responden juga kecewa dengan penanganan pengangguran dan kemiskinan. Kedua, program primadona, yakni pemberantasan korupsi dinilai mengalami degradasi. Bahkan, muncul penilaian program itu mas
Read more >>
DEC
18
Prospek Parpol Islam
By:
Eko Mahendra Ridho
on
DEC
18
Bagaimana prospek Islam dalam Pemilu 2009 nanti? Ini adalah salah satu pertanyaan dari berbagai hal tentang Islam dan politik yang diajukan kepada saya dalam panel evaluasi 2007 dan prospek Indonesia 2008-2009, Desember lalu. Memang, tema-tema yang berkaitan dengan dinamika sosial-politik Islam di negeri ini tetap sangat penting, khususnya bagi kalangan asing, yang punya usaha atau ingin berinvestasi di Indonesia. Bagaimanapun, Islam atau tepatnya kaum Muslim Indonesia --terutama karena realitas demografis-- tetap merupakan salah satu faktor krusial dalam dinamika politik negara ini. Tentu saja tidak mudah menjawab pertanyaan tentang masa depan politik Islam, tegasnya, parpol Islam, khususnya dalam konteks Pemilu 2009. Tetapi, dari berbagai realitas dan kecenderungan parpol Islam selama ini, kita agaknya dapat melihat ke arah mana parpol-parpol Islam bergerak yang bisa memengaruhi penampilan dan kinerja mereka dalam Pemilu 2009 nanti. Tampaknya parpol yang berdasarkan Islam at
Read more >>
NOV
28
Islam dan Kemiskinan
By:
Eko Mahendra Ridho
on
NOV
28
Catatan Abdullah Wong Dzolim, Pengamat Sosial Ramadhan tahun ini, kita dikagetkan dengan berita pembagian zakat di Pasuruan, Jawa Timur, yang berujung pada kematian. Peristiwa pembagian ‘rizki’ kala itu justru berubah menjadi drama kemanusiaan. Kini, menjemput kematian dalam agama tak harus ditempuh melalui syahid di medan laga, tapi juga ditempuh melalui kesyahidan (baca: kesaksian) akan kemiskinan. Fenomena ini--dan masih terlalu banyak fenomena lain--selalu berhenti sebagai bahan pelajaran untuk semua. Padahal terlalu banyak pelajaran yang telah kita peroleh, namun tak satupun yang membuat kita mengerti dan tersadar. Bila bicara kemiskinan tentu saja tak bisa dikelompokkan dalam satu paket pembicaraan saja. Karena setiap sesuatu saling memiliki relasi satu sama lain, interkoneksitas, maka pada kemiskinan pun tak melulu urusan ekonomi. Kemiskinan merupakan soal sosial, politik, kultural, religiusitas, dll. Maka diperlukan suatu analisa komprehensif, holis
Read more >>
NOV
06
Menanti Hikmah Pilkada
By:
Eko Mahendra Ridho
on
NOV
06
Oleh : Eko Mahendra* …Berilah aku satu kata puisi Daripada seribu rumus-rumus yang penuh janji Yang menyebabkan aku terlontar kini jauh dari bumi yang kukasih. Angkasa ini bisu. Angkasa ini sepi. Tetapi aku telah sampai pada tepi. Darimana aku tak mungkin lagi kembali… (Kekuasaan dan Kesusasteraan: Gunawan Mohammad) Pagelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Tegal baru saja usai. Gegap gempita masyarakat di hari-hari kampanye tertunai sudah. Dan kini kita semua dapat menyaksikan hasilnya; Pasangan Agus-Hery terpilih untuk memimpin masyarakat Slawi untuk lima tahun mendatang. Tentu saja, persoalannya bukan pada siapa akhirnya yang menang. Karena dalam Pilkada—sebagai pesta demokrasi—sesungguhnya bukan pada soal siapa yang kalah dan siapa yang menang. Tapi bagaimana keberlangsungan tatanan kepemimpinan di Kabupaten Tegal harus tetap diwujudkan. Dalam wacana politik, betapapun kerasnya pertarungan, masih ada kerinduan akan ketera
Read more >>
AUG
29
Poci dan Peci
By:
Eko Mahendra Ridho
on
AUG
29
Oleh : Eko Mahendra* Poci. Siapa yang tidak kenal dengan satu benda antik ini. Terlebih bagi wong Tegal yang begitu akrab dengan poci. Ya, poci kuwe wis lumrah ana neng warung-warung neng wilayah Tegal. Bahkan untuk sebagian kalangan, ada yang memiliki tempat minum teh yang terbuat dari tanah ini di rumah mereka. “Wedange gula batu, jajane alu-alu, nganti lali karo mantu”, demikian kira-kira satu ungkapan sederhana untuk menggambarkan betapa nikmatnya minum teh dalam suasana santai sambil slonjor atawa lemprakan. Malam Jum’at lalu, penulis berkesempatan “nongkrong” di sebuah warung. Letaknya tak jauh dari kota Banjaran, Tegal. Angin semilir berhembus pelan namun cukup menggigit. Bahkan meski tebal, jaket obralan yang aku beli di pasar Senggol itu masih bisa ditembus angin dingin malam itu. Beberapa orang yang tengah duduk di sana, juga turut merasakan angin “ketiga”; sebutan untuk musim kemarau bagi warga Tegal. Malam itu, sesua
Read more >>
JUN
24
Menyoal Golput di Pilkada
By:
Eko Mahendra Ridho
on
JUN
24
Oleh : Eko Mahendra* HANTU GOLPUT kembali gentayangan. Kali ini hantu Golput—akronim dari golongan putih itu—seringkali membayangi Pilkada di daerah-daerah. Di Kabupaten Tegal sendiri, meskipun jarang muncul issue demikian, tapi wacana Golput harus mendapat perhatian serius. Jika dihitung rata-rata, tingkat golput selama pelaksanaan Pilkada sampai saat ini mencapai angka 27,9% (sumber; LSI 2007). Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan golput pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2004 tahun lalu. Meskipun tingginya angka Golput menjadi wacana umum dalam Pilkada di banyak wilayah—dan diprediksikan fenomena Golput ini juga akan menemui klimaksnya pada Pemilu 2009—hingga saat ini belum ada penjelasan yang komprehensif tentang latar penyebab seorang pemilih memilih Golput. Istilah “Golput” memang sudah cukup akrab dalam dunia politik. Golongan putih dalam istilah asing dikenal dengan sebutan abstain, yang dalam Oxford English Dictionary,
Read more >>
JUN
21
Pilkada, Duit atau Do It?
By:
Eko Mahendra Ridho
on
JUN
21
Oleh : Eko Mahendra* “PILKADA sama dengan uang!”, demikian kira-kira ungkapan singkat yang saat ini tengah populer di tengah masyarakat kita. Ungkapan yang mencerminkan wajah kehidupan politik bangsa kita ini bukan tanpa beralasan. Di sejumlah daerah, Pilkada yang idealnya dijadikan sebagai parameter kemandirian daerah kerap kali dicoreng dengan berita money politic. Bahkan dalam skala yang lebih luas, politik uang seolah menjadi sesuatu yang lumrah dalam perilaku politik bangsa kita terutama di setiap hajatan Pilkada. Adakah yang salah dari Pilkada? Apakah Pilkada menjadi satu penyebab timbulnya money poltic? Tentu saja tidak. Kalau agama misalnya, diharapkan mampu memberikan ketentraman semua pihak tapi realitasnya justru memberikan keresahan, tak lalu agama yang disalahkan, apalagi dibubarkan. Bisa jadi itu karena pribadi pelakunya yang tidak sepenuhnya menjalankan risalah agama dengan benar dan baik. Begitu pula dengan realitas Pilkada. Bukankah Pilkada diseleng
Read more >>
MAY
13
Selamatan Demokrasi Slawi
By:
Eko Mahendra Ridho
on
MAY
13
Oleh: Eko Mahendra* Dalam wacana kebangsaan, berbagai fenomena yang muncul belakangan ini dapat dinilai sebagai wujud ketidakpastian pemerintah dalam mengayomi rakyat. Tak heran bila rakyat kemudian dengan sederhana menilai bahwa kebijakan-kebijakan apapun yang digelontorkan pemerintah tidak akan mampu memberikan jalan keluar terhadap berbagai problem kebangsaan. Lebih spesifik lagi, rakyat menilai bahwa program-program pemerintah dalam berbagai bentuknya sama sekali tidak menyentuh problem mendasar dari krisis multideminsi yang selama ini menggerogoti. Rakyat hanya akan menilai dengan simpel; bahwa kenaikan BBM, kelangkaan sembako, jaminan keamanan dan sebagainya merupakan bukti sederhana dari ketidakpastian itu. Asumsi rakyat terhadap pemerintah, sama nilainya terhadap para selebriti yang sering tidak jelas bermain peran dalam akting-akting mereka. Alih-alih, rakyat hanya akan mengikuti hembusan kemana angin berlalu. Seperti putaran iklan atau papan reklame yang menggiurka
Read more >>
APR
29
Memotret PPP Ke Depan
By:
Eko Mahendra Ridho
on
APR
29
Oleh : Eko Mahendra* Perjalanan Indonesia sebagai bangsa dan negara telah melalui titian yang cukup panjang, terjal, dan berliku. Sejak awal, berbagai komponen dan eksponen telah turut andil dalam menyumbangkan kontribusinya demi masa depan Indonesia melalui ragam gagasan dan aksinya. Di antara komponen penting itu adalah parta-partai politik di Indonesia. Sejarah mencatat, partai politik di Indonesia telah menyatu dengan sejarah pergerakan Indonesia itu sendiri. Pergerakan Indonesia membangkitkan kesadaran berbangsa dan bernegara merdeka. Dan sejak mula, partai-partai politik telah menjadi wahananya. Salah satu partai politik yang cukup “berumur” pada kancah kehidupan politik di Indonesia adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Partai berlambang Ka’bah yang pada saat orde baru sempat menggunakan lambang Bintang ini telah menyertai perkembangan bangsa dengan berbagai dinamikanya. Sebagaimana Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari
Read more >>
More Posts
© Copyright 2008-2013
DPC PPP Kabupaten Tegal
| Design by
Eko Mahendra Ridho
| PPP Rumah Besar Ummat Islam Indonesia
Back to Home
Design
a Mobile Site
View Site in Mobile
|
Classic
Share by: