JUN
20

DPR Berbeda Sikapi Usulan Pemilukada

20 Juni 2012


Jakarta - Draf pemerintah agar pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilakukan terpisah mendapat reaksi DPR. Usulan itu memang disampaikan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI beberapa waktu lalu dalam pembahasan Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah.

Dalam usulannya, Mendagri menilai wakil kepala daerah cukup jadi jabatan karir yang pejabatnya diangkat dari unsur pegawai negeri sipil. Tujuannya untuk menghindari disharmoni antara kepala daerah dan wakilnya sebagaimana kerap terjadi. Atas usulan itu, Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) menyatakan penolakannya.

Menurut F-PAN, dalam konteks demokrasi multipartai saat ini, perubahan mekanisme pemilihan yang disampaikan oleh pemerintah tersebut berpotensi menyebabkan fungsi pemerintah daerah mengalami hambatan. 

Sebab hampir bisa dipastikan kekuatan-kekuatan atau faksi politik di lembaga legislatif daerah akan sulit untuk dikonsolidasi guna mendukung kebijakan kepala daerah walaupun kebijakan itu memiliki nilai-nilai positif.

"Karena itu menurut F-PAN, pemilihan kepala daerah dan wakilnya baik di level provinsi maupun kabupaten/kota  tetap dilakukan dalam satu paket dan dipilih secara langsung," ujar anggota Komisi II dari Fraksi PAN, Chairul Naim M. Anik. Fraksi PAN, kata Chairul Naim, menilai mekanisme pemilihan kepala daerah dan wakilnya dalam satu paket dan dipilih langsung lebih bisa menjamin stabilitas politik di daerah.

Harmoni dan disharmoni kepala daerah dan wakil kepala daerah sesungguhnya lebih disebabkan oleh faktor kematangan dan kedewasaan politik masing-masing pihak. "Jika keduanya mampu menjadikan kekuasaan sebagai seni untuk memakmurkan rakyat, maka konflik apa pun yang terjadi, atau kepentingan apa pun yang muncul tidak akan bermasalah pada terabaikannya prinsip-prinsip pemerintahan yang berorientasi memberikan yang terbaik untuk rakyat," bebernya.

Sementara, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) meminta pemerintah mengkaji ulang usulan ini karena dianggap belum jelas impementasinya. "Apakah posisi ini diisi melalui mekanisme politik atau jenjang karir?" tanya Nu'man Abdul Hakim. Menurut politisi  PPP ini, pihaknya berharap pula agar pemerintah mengkaji lagi usulan tentang pemilihan gubernur oleh DPRD Provinsi.

Sebab, mekanisme pemilihan ini oleh sebagian kalangan dianggap langkah mundur dalam proses demokratisasi. "Setelah semula dipilih secara langsung, kini diubah lagi melalui perwakilan seperti zaman dulu," kilah Nu'man. Lain lagi dengan sikap Fraksi Partai Gerindra. Menurut anggota Komisi II dari fraksi ini, Harun Al Rasyid, gubernur lebih baik dipilih oleh suara terbanyak di DPRD.

Alasannya, dalam sistem pemerintahan Indonesia, gubernur berperan ganda sebagai kepala daerah sekaligus perwakilan pemerintah pusat di daerah. Ini sesuai dengan UUD 1945 pasal 18 ayat 4 yang menyatakan bahwa gubernur dipilih secara demokratis.  Intinya, Gerindra sepakat dengan usulan pemerintah.

"Jika demokrasi harus dimaknai sebagai pemilihan langsung oleh rakyat, itu sama saja dengan pemaksaan kehendak di era kebebasan ini. Sebuah ironi yang tak perlu terjadi," ujar Harun Al Rasyid. Model pemilihan gubernur sebaiknya dibikin berbeda dengan pemilihan bupati/walikota. Pada daerah tingkat II, mekanisme pemilihan langsung oleh rakyat akan lebih tepat dari sisi sosiokultural dan psikopolitik.

”Hanya, yang perlu diperhatikan, kata Harun apakah pemilihan langsung bupati/walikota itu masih berasaskan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat? Ataukah bergeser dari rakyat, oleh aktor politik, untuk pemodal?" katanya. (Indopos, 20 Juni 2012)
Bagikan:
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Labels:
0
COMMENTS
Design a Mobile Site
View Site in Mobile | Classic
Share by: